PURWAKA BHUMI


Purwaka Bhumi adalah sebuah naskah kuna yang terdiri atas 33 sloka. Setiap sloka diberikan komentar/penjelasan menggunakan Bahasa Kawi. Naskah ini termasuk naskah tattwa yang bersifat siwaistik. Sebagai naskah tattwa konsep ajarannya mendapat pengaruh besar dari Filsafat Yoga. Dikatakan demikian karena Purwaka Bhumi di samping mengakui adanya dua kekuatan yang disebut Bhatara-Bhatari juga mengakui adanya satu kekuatan tunggal yang disebut Sanghyang Sunya, Sanghyang Widhi Wisesa, Sanghyang Widhi, Sanghyang Suksma Taya, Sanghyang Suksma Widhi Wisesa.

Naskah ini diawali dengan menyebutkan penciptaan Dewa-Dewa, Pancamahabhuta, para Kala dan Manusia. Dalam penciptaan tersebut, Tuhan digambarkan sebagai yang berpribadi, Personal God. Dalam penciptaan itu, mula-mula yang diciptakan adalah Dewata, kemudian secara berturut-turut diciptakan :
  1. Ni Canting Kuning yang disebut pula Bathari Uma, Nini Patuk.
  2. Kuriska, dikenal sebagai Bhatara Iswara.
  3. Garga yang kemudian bernama Bhatara Brahma.
  4. Metri yang kemudian bernama Bhatara Mahadewa.
  5. Kurusya yang kemudian bernama Bhatara Wisnu.
  6. Pretanjala yang dikenal dengan nama Bhatara Siwa, Kaki Patuk, Sanghyang Jagatnata, Bhatara Guru.
Kursika, Garga, Metri dan Kurusya ditahkan oleh Sanghyang Widhi untuk menciptakan dunia. Keempatnya menyatakan tidak sanggup, karena itu keempatnya dikutuk menjadi Catur Bhuta, yaitu :
  1. Kursika dikutuk menjadi Bhuta Dengen, menempati arah timur.
  2. Garga dikutuk menjadi Mong, menempati arah selatan.
  3. Metri dikutuk menjadi Naga, menempati arah barat.
  4. Kurusya dikutuk menjadi buaya, menempati arah utara.
Sedangkan Ni Canting Kuning dan Sang Pretanjala menyatakan sanggup menciptakan dunia, karena itu mereka dianugrahi segala jenis tattwa, segala hal yang bersifat gaib, yaitu :
  1. Pancaksara:
-          SAM adalah Iswara
-          BAM adalah Brahma
-          TAM adalah Mahadewa
-          AM adalah Wisnu
-          IM adalah Ni Canting Kuning dan Pretanjala
  1. Panca Brahma
-          NAM adalah Maheswara
-          MAM adalah Rudra
-          SIM adalah Sangkara
-          WAM adalah Sambhu
-          YAM adalah Ni Canting Kuning dan Pretanjala.
  1. Tri Aksara
-          OM adalah Ni Canting Kuning
-          AH adalah Sanghyang Widhi Wisesa
-          UM adalah Bhatara Siwa
  1. Dwi Aksara
-          AM adalah Ni Canting Kuning
-          AH adalah Sang Pretanjala
  1. Sunya Aksara
-          OM adalah Sanghyang Widhi Wisesa
Kemudian atas titah Sanghyang Widhi Wisesa, Bhatara Siwa dan Bhatari Uma menciptakan air, tanah, angkasa, matahari, bulan, buntang-bintang, awan dan udara.

Setelah air tercipta, Sanghyang Siwa kemudian disebut Bhatara Gangga atau Gangga Purusa, sedangkan Bhatari Uma disebut Bhagawan Soma atau Gangga Pradhana.

Kemudian dari badan Bhatara Siwa dan Bhatari Uma keluar garam yang disebut Sad Rasa.

Pada saat Bhatara Siwa dan Bhatari Uma masuk ke dalam air, maka berubahlah air itu menjadi samudra. Pada saat itu Bhatara Siwa diberi nama Sanghyang Baruna dan Bhatari Uma diberi nama Bhatari Gangga.

Setelah itu barulah diciptakan bumi dan langit sebagai dua pelindung dunia dan sebagai perwujudan Purusa dan Pradhana. Sejak itu Bhatara Siwa disebut Bhatara Sambhu. Sedangkan Bhatari Uma disebut Bhatara Isora. Bumi disebut Sanghyang Ibu Pertiwi. Langit disebut Bapa Akasa.

Pada tahap berikutnya Bhatara Siwa bersama Bhatari Uma menciptakan matahari, bulan, bintang, cahaya dan udara dengan memandang ke atas. Setelah itu Bhatara Siwa disebut Bhatara Rudra dan Bhatari Uma disebut Sanghyang Sangkara. Kemudian ciptaan-ciptaannya itu diberi nama :
-          Sanghyang Surya diberi nama Bhatara Aruna
-          Sanghyang Candra diberi nama Sanghyang Sasih
-          Sanghyang Lintang diberi nama Sanghyang Naksatra
-          Sanghyang Teja diberi nama Sanghyang Namo

Kemudian Sanghyang siwa-Uma memiliki putri yaitu : Bhatari Mahiswari, Bhatari Komari, Bhatari Gangga, dan Bhatari Gori, maka beliau disebut Sang Swaha dan Sang Nama.

Pada saat inilah Sang Catur Bhuta datang menghadap kehadapan Sanghyang Widhi Wisesa, memohon agar segala kutukannya dibebaskan. Atas perkenan Beliau, Sang Catur Bhuta akhirnya diruwat.

Sang Buta Dengan diruwat menjadi Bhatara Iswara
Sang Mong diruwat menjadi Bhatara Brahma
Sang Naga diruwat menjadi Bhatara Mahadewa
Sang Buaya diruwat menjadi Bhatara Wisnu

Keempatnya berstana pada Padmasana, dan Bhatara Siwa sebagai gurunya, karena itu beliau disebut Bhatara Guru. Keempatnya kemudian dititahkan oleh Bhatara Siwa mencipta sebagai isinya Dunia.

Bhatara Iswara menciptakan Gunung Indrakila sebagai tempat Sweta Kamandalu. Bhatara Brahma menciptakan Gunung Gandha Madana sebagai tempat Gangga Hutasana. Bhatara Mahadewa menciptakan Gunung Pegat sebagai tempat Gangga Sudhamala. Bhatara Wisnu menciptakan Gunung Resyamuka sebagai tempat Amerta Sanjiwani. Bhatara Siwa-Uma menciptakan Gunung Kailasa sebagai tempat Gangga Amertajiwa.

Pada tahapan berikutnya para Dewa menciptakan yang lainnya. Bhatara Iswara menciptakan bangsa burung. Bhatara Brahma menciptakan bangsa binatang (sato) berkaki empat, juga gunung, ladang, hutan, sawah dan sungai (Panca Wayawa Hita). Bhatara Mahadewa mencipta ular. Bhatara Wisnu mencipta bangsa ikan. Bhatara Ardhanareswari menciptakan jenis-jenis makhluk hidup.

Kemudian para Dewa secara bersama-sama menciptakan manusia. Iswara membuat kulit. Brahma membuat darah. Mahadewa membuat otot. Wisnu membuat tulang. Siwa dan Uma membuat daging dan kepala. Manusia yang diciptakan itu diberikan kesaktian tanpa tanding, dan berkuasa di atas dunia ini. Namun ada suatu hal yang dipesankan “Haywa Kita Tan Tutur Ri Kawitanta Nguni, Den Bhakti Kita Ring Kawitan” (janganlah engkau lupa kepada asal mula jadimu dahulu, agar baktilah engkau kepada asal mula jadimu).

Setelah manusia tercipta, barulah para Dewa menciptakan berjenis-jenis ikan laut, yaksa-yaksi, para Bhuta, Danawa, Pisaca dan sebagainya, dengan terlebih dahulu mengubah dirinya dalam wujud yang menakutkan.
  1. Uma menjadi Durga, Bhatari Durga
  2. Siwa menjadi Kala, Bhatara Kala
  3. Iswara menjadi Kala Putih
  4. Brahma menjadi Kala Bang
  5. Mahadewa menjadi kala Pita
  6. Wisnu menjadi Kala Ireng
  7. Kala dan Durga bergabung menjadi Kala Panca Warna.

Para Kala itu bertempat tinggal di sendang-sendang, pancuran, tempat arca, nenek moyang, tempat suci, pohon-pohon besar dan juga pada tempat-tempat yang angker. Para Kala ini mengganggu ketentraman manusia dan sekaligus menyantapnya. Untuk menghindarkan diri dari gangguan dan santapan para Kala, maka Sanghyang Widhi Wisesa turun ke dunia sebagai Pendeta, guna menciptakan tatanan masyarakat Brahmana, Ksatria, Wisya dan Sudra yang diharapkan dapat menjadi panutan masyarakat yang senantiasa bakti memuja Bhatara Rudra dan Sangkara. Apabila hal ini dilakukan dengan baik maka ia akan terhindar dari gangguan dan dijadikan santapan oleh Bhatara kala.


Literatur :
Dunia, Drs. I Wayan. (2009). Kumpulan Ringkasan Lontar, Paramita Surabaya, hal. 36-42

Tidak ada komentar:

Posting Komentar