Sanghyang Mahajnana
adalah sebuah naskah yang mengandung ajaran Siwatattwa, yang secara mengkhusus
menguraikan ajaran Kalepasan atau Kamoksan. Di dalam menyajikan ajarannya,
digunakan metode tanya jawab antara Bhatara Siwa yang berperan sebagai guru
spiritual dengan puteranya yaitu Sanghyang Kumara.
Untuk
menyampaikan ajarannya diawali dengan sebuah pertanyaan : apakah yang disebut
tidur dan apa pula yang disebut terjaga?
Atas
pertanyaannya itu maka dijelaskanlah bahwa yang disebut tertidur (dalam tubuh)
adalah dasendriya (sepuluh indria), yaitu : Cakswindiya, srotendriya,
granendriya, Jihwendriya, Twakindriya, Panendriya, Padendriya, Garbhendriya,
paywindriya, upasthendriya. Sedangkan yang disebut terjaga adalah Pancabayu
(lima unsur tenaga hidup), yaitu : prana, apana, samana, udana dan wyana.
Lebih lanjut
dijelaskan bahwa pradhana (yang merupakan unsur acetana) adalah malam hari.
Sedangkan Purusa (yang merupakan unsur cetana) adalah matahari yang terbit di
malam hari. Sedangkan atma adalah Jnana (kebijaksanaan).
Disamping itu
juga dijelaskan Purusa adalah kusir yang mengarahkan ke arah mana lajunya
kereta Pradhana adalah badan. Sepuluh indira (Dasendriya) adalah keretanya.
Sedangkan Dharma-adharma adalah tali-tali lisnya.
Disamping itu
juga disebutkan, bahwasannya Bhatara Wisnu adalah seumpama kereta. Bhatara
Brahma adalah lembu sebagai penarik kereta. Bhatara Iswara adalah kusir yang
senantiasa mengarahkan ke mana si lembu harus melangkah. Sedangkan Bhatara Siwa
yang berada di tengahnya kereta adalah jiwa dari semua itu.
Di dalam Tri
Bhuwana terdapat Brahma Bhuwana, Wisnu Bhuwana, dan Rudra Bhuwana. Pada inti
Bhuwana itu terdapat Trikona yaitu tempat berstannya
Bhatara Siwa.
Didalam tubuh
manusia ada padma yang terletak didalam hati, di dalam pusar dan di dalam
kerongkongan yang keadannya sangat gaib sekali. Akar padma tersebut terletak di
atas sedangkan bungannya berada di bawah. Padma ini adalah tempat semua nadi
(pembuluh darah) bergantung.
Selanjutnya
ada yang disebut Swalingga (Atmalingga) dan Paralingga (Bahyalingga). Di antara
kedua lingga itu atmalingga lebih mulia dibandingkan dengan para lingga.
Kemudian ada
disebutkan tentang Triaksara dan Tripada. Tripada meliputi : Brahmapada,
Wisnupada dan Rudrapada. Triaksara dan Tripada adalah Ong-Kara. Pikiran orang
yang teguh berlindung pada Bhatara Siwa, Siwalingga, adalah tidak ada
bandingannya.
Selanjutnya
menyebutkan tujuh lapisan angkasa (Sapta Akasa), yaitu : Jagrapada,
Swapnapada, Susuptapada, Turyapada, Kewalyapada, Parama Kewalyapada dan
Turyantapada. Masing-masing lapisan dari ketujuh lapisan itu ada Dewanya.
Swapnapada Dewanya Bhatara Wisnu. Susuptapada Dewanya Bhatara Rudra. Turyapada
Dewanya Bhatara Mahesora. Turyantapada Dewanya Bhatara Mahadewa. Kewalyapada
Dewanya Bhatara Isana. Paramakewalyapada Dewanya Bhatara Paramasiwa yang
disebut sebagai tujuannya kamoksan.
Aksara Om
adalah aksara yang amat mulia. Kemuliaannya melebihi kemuliaan Mantra-mantra.
Ia bersifat amat halus. Dengan bersaranakan Om-Kara seorang yoging agung
(Yogiswara) memperoleh kalepasan atau kamoksan.
Kemudian
menyebutkan tentang Pancatma (lima tingkatan atma) yang dikaitkan dengan
Dewa-Dewa, seperti :
- Bhatara Wisnu adalah Atma
- Bhatara Brahma adalah Antaratma
- Bhatara Rudra adalah Paramatma
- Bhatara Siwa adalah Atyantatma
Selanjutnya
disebut bahwa : aksara A adalah benih dari jagra. Aksara U adalah benih dari
swapna. MA adalah benih dari susupta. Dan aksara Om adalah benih dari rurya.
Itulah tattwa
dari Bhatara yang sangat sulit untuk diketahui. Namun jika seseorang ingin
mencapai moksa, maka tattwa tersebut harus diketahui dan disadari.
Literatur :
Dunia, Drs. I Wayan. (2009). Kumpulan Ringkasan Lontar, Paramita Surabaya, hal. 27-30
Tidak ada komentar:
Posting Komentar